Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

PARTISIPASI PEREMPUAN PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014


Oleh: Puji Astuti
Every country deserve to have the best possible leader and that mean that women have to be given a chance to compete. If They’re never allowed to compete in  the electoral process then the countries really robbing themselves of a great deal of talent” (Madeleine K. Albright-NDI Chairman)
Pendahuluan
Tanggal 9 April menjadi momen penting bagi sebuah demokrasi karena pada tangggal tersebut kita akan memilih wakil kita yang akan duduk di parlemen.Di tengah berbagai isu panas yang menerpa anggota legislatif baik yang ada di pusat maupun di daerah karena berbagai kasus seperti korupsi, suap, ataupun perselingkuhan, yang mau tidak mau menurunkan rasa percaya masyarakat terhadap mereka, Pemilu Legislatif  tetaplah menjadi agenda penting yang diharapkan mampu  membawa perubahan yang lebih baik bagi Indonesia. Oleh karena itu pelibatan masyarakat dalam proses politik tersebut menjadi sangat penting, termasuk bagi kaum perempuan, baik sebagai pemilih maupun  sebagai calon anggota legislatif. Partisipasi perempuan dalam Pileg menjadi sebuah kemutlakan karena faktanya jumlah pemilih perempuan lebihj besar dan juga begitu banyak isu-isu perempuan yang perlu direspon melalui berbagai kebijakan. Mskipun banyak cara perempuan terlibat dalam proses politik, tetapi dalam Pileg ada dua aktivitas yang akan sangat menonjol yaitu sebagai pemilih dan sebagai Caleg (kandidat). Bagaimana seharusnya keterlibatan perempuan dalam Pileg 2014 baik sebagai Pemilih maupun sebagai Caleg ?
Pembahasan :
Perempuan Sebagai caleg
Ada beberapa alasan  mengapa pelibatan perempuan pada pemilu legislatif  tahun 2014 sangat penting  baik sebagai pemilih maupun sebagai caleg. Keterlibatan perempuan sebagai calon anggota legislatif pada pemilu tahun 2014 harus  benar-benar menjadi   ajang penguatan dalam  merealisasikan quota 30 %  perempuan di parlemen, mengingat sampai saat ini quota tersebut memang masih belum terpenuhi. Quota 30 % perempuan pada hakekatnya adalah sebuah konstruksi dalam tataran strategis dengan tujuan mendorong lebih banyak keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan kebijakan. Dengan makin banyaknya jumlah perempuan di parlemen  maka diharapkan akan lebih banyak kebijakan-kebijakan yang lebih bersahabat pada persoalan perempuan. Masuknya perempuan dalam tataran kekuasaan dan legislasi akan memeperkuat akses dan kontrol perempuan terhadap pengaturan sumberdaya pembangunan (Jurnal Perempuan, 2004). Meskipun jumlah populasi perempuan secara prosentase lebih besar, tetapi merealisasikan quota 30 % perempuan di parlemen bukanlah persoalan yang mudah. Jangankan untuk mewujudkan  30 % perempuan di Parlemen, untuk pemenuhan quota 30 % dalam proses pencalonan saja ada partai besar  yang tidak mampu memenuhi sehingga  daftar calon tetapnya terpaksa harus direvisi. Padahal quota 30 %  Caleg perempuan sudah dilakukan pada Pileg tahun 2004 dan Pileg tahun 2009. Pada Pileg 2004 ada 65 orang caleg Perempuan yang terpilih atau 11 % dari total anggota legislative yang terpilih, sedangkan pada tahun 2009 ada 103 Caleg Perempuan yang terpilih atau 18 % dari total anggota legislative yang terpilih. Artinya jumlah perempuan di parlemen secara prosentase masih sangat kecil. Bukan hanya persoalan kuantitas, tapi juga dari aspek kualitas dimana anggota parlemen yang muncul ke permukaan karena konsistensinya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan kepentingan perempuan relative kecil. Mengapa fenomena yang demikian bisa terjadi ?  Apa faktor penyebabnya ? Faktor internal pada perempuan itu sendiri ataukah  faktor lingkungan, termasuk  didalamnya budaya masyarakat ?
 Kedua faktor baik internal maupun eksternal memang mempengaruhi keputusan perempuan untuk  menjadi calon anggota legislatif.  Secara internal perempuan yang memutuskan untuk menjadi calon legislatif tentu harus sudah memperhitungkan kemampuan untuk bersaing baik dari sisi skill maupun kemampun ekonomi.  Skill dibutuhkan oleh perempuan dalam pencalonan untuk berbagai kepentingan seperti  melakukan kampanye, dialog politik, debat politik, berkomunikasi dengan konstituen, yang bermuara pada dukungan untuk memperoleh kemenangan . Sementara ketika menjadi anggota legislatif mereka dituntut untuk bisa memperjuangkan lahirnya kebijakan-kebijakan yang berpihak  pada rakyat dan khususnya pada kepentingan  perempuan, melalui proses argumentasi dan juga negosiasi, Tanpa kemampuan ini maka perempuan di parlemen hanya akan dilihat sebagai pelengkap dan asesoris bagi anggota legislatif laki-laki yang memang perananya sudah nampak menonjol. Kemampuan ekonomi juga menjadi faktor penting karena bukan rahasia lagi bahwa untuk memperoleh jabatan politik yang terhormat tersebut ongkos politiknya juga cukup besar, bukan lagi puluhan juta tapi juga  mencapai ratusan juta rupiah bahkan untuk anggota DPR bisa mencapai milyaran.
 Dari perspektif sosial keterlibatan perempuan dalam pencalonan seringkali terkendala oleh budaya patriakhi yang lebih memandang tinggi kedudukan laki-laki dalam berbagai aspek. Dalam masyarakat kita yang memang menganut budaya patriakhi,  peminggiran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kehidupan politik dikokohkan oleh dalil-dalil keagamaan yang menempatkan perempuan sebagai second citizens. Sedangkan dari perspektif politik tantanganya adalah masih rendahnya komitmen partai politik untuk mendorong perempuan  memenangkan kompetisi dalam pencalonan, misalnya Partai Politik  memfasilitasi Caleg Perempaun yang potensial   dengan berbagai skill dan juga dukungan anggaran. Namun kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Partai Politik yang masih  lemah dalam mengkader Caleg Perempuan dari internal partai lebih sering mengambil  Caleg dari kalangan artis yang memang sudah populer dan juga kalangan pengusaha yang memang kuat dari sisi ekonomi. Modal Sosial, modal  ekonomi dan modal politik memang menjadi kendala terbesar bagi Caleg perempuan. Berbeda dengan Pileg sebelumnya, untuk pemilu 2014 KPU telah mengeluarkan berbagai peraturan untuk meningkatkan representasi perempuan dalam ranah politik yaitu : 1). PKPU No 7 tahun 2013 tentang Aturan pencalonan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, yang menegaskan keharusan quota 30 % di setiap daerah Pemilihan, termasuk nomor urut dimana dalam setiap tiga bakal calon, harus ada satu nama calon perempuan; 2) PKPU No 15 tahun 2013 yang mengatur tentang pedoman kampanye dimana baliho/ spanduk tidak boleh memasang foto caleg melainkan hanya gambar pertainya saja, yang dimaksudkan untuk melindungi caleg perempuan karena sebagian besar dari mereka memang tidak mampu melakukan publikasi besar-besaran. Bagi PBB ada dua cara penting untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan yaitu melalui quota dan dengan jejaring politik perempuan (United Nation, 2005). Lebih lanjut  menurut PBB partai punya peranan penting untuk mendorong perempuan  aktif, belajar ketrampilan politik, dan membangun jaringan dengan partai. Komitmen Partai ini tentu harus bisa muncul dalam Platformnya. Disamping perempuan sebagai Caleg, yang tidak kalah penting adalah partisipasi perempuan sebagai pemilih.
Pentingnya Perempuan Sebagai Pemilih Cerdas
Partisipasi perempuan dalam proses politik, khususnya dalam pemilu legislatif juga  bisa dilakukan melalui kegiatan sebagai pemilih,  yang akan berujung pada pemberian suara pada TPS-TPS yang ada. Karena pemilu legislatif 2014 diharapkan menjadi ajang perubahan kearah Indonesia yang lebih baik, juga sebagai ajang untuk mewujudkan quota  30 % perempuan di parlemen, maka  perempuan sebagai pemilih juga harus cerdas dalam menjatuhkan pilihan. Tanpa bermaksud diskriminatif,  maka sebaiknya pemilih perempuan juga memilih caleg perempuan. Tapi bukan sekedar memilih caleg perempuan, melainkan memilih caleg perempuan yang memang memiliki skill dan kemampuan yang akan  menjamin fungsinya  sebagai seorang legislator  apabila terpilih, juga  memiliki  rekam jejak yang baik. Dari  hasil penelitian yang dilakukan oleh  NDI ( the National Dermocratic Institute) menunjukan bahwa keterlibatan perempuan dalam ranah politik membawa pengaruh secara signifikan  pada perubahan-perubahan yang lebih baik dengan berbagai bukti yaitu : 1) Perempuan  memiliki komitmen yang tinggi untuk  meningkatkan kebijakan-kebijakan dalam level nasional maupun regional terkait aspek  sosial,  ekonomi dan politik, yang dihadapi perempuan, anak-anak dan kelompok yang tidak beruntung; 2) Perempuan pada umumnya mampu meningkatkan secara efektif pemerintahan yang jujur, dimana dalam Negara yang pemerintahannya disokong oleh banyak perempuan sebagai pemimpin maka tingkat korupsinya rendah; 3) Perempuan pada umumnya memiliki komitmen yang tinggi terhadap upaya perdamaian, dimana fakta menunjukan bahwa upaya rekonsiliasi dan rekonstruksi dapat memecahkan akar persoalan dengan lebih cepat cdan berhasil  apabila melibatkan perempuan  dan hasil perdamaian juga lebih langgeng; 4) Perempuan pada umumnya memiliki hubungan yang positif dalam pembangunan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Karena begitu pentingnya peranan yang akan dimainkan oleh anggota legislatif perempuan dalam memperjuangkan kebijakan yang pro keadilan gender, maka keberadaan Caleg perempuan  semestinya bukan hanya sekedar untuk memenuhi Quota, tapi sekaligus  untuk melahirkan anggiota legislati yang berkualitas yang memiliki kemampuan untuk memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Hasil  Survey dari Women and Research Instutute pada Januari 2014 terkait mengapa Caleg Perempuan dipilih  47 % menyatakan karena kemampuan untuk memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, 16 % memiliki kemampuan kampanye dan pendekatan kepada masyarakat dengan baik, 12 % memiliki hubungan kekerabatan dengan tokoh politik, 5 % memiliki kemampuan keuangan yang baik. 2 % menjawab lainya dan 17 % tidak menjawab. Dengan kenyataan ini maka pemilih perempuan agar mampu memilih secara cerdas juga perlu memiliki informasi secara memadai mengenai Caleg, khususnya Caleg Perempuan yang memiliki kapasitas politik secara memadai.
 Pemilih perempuan yang jumlahnya memang besar acapkali  hanya dijadikan sebagai obyek mobilisasi politik, terutama pemilih perempuan dari  kalangan masyarakat kelas bawah yang memang memiliki  keterbatasan informasi mengenai calon dan juga keterbatasan kemampuan ekonomi sehingga mudah diomobilisasi dengan iming-iming imbalan rupiah. Oleh karena itu bagi kelompok  penggiat perempuan,  penting untuk mendorong perempuan mampu melakukan pilihan secara cerdas pada pemilu Legislatif 2014 dan mengupayakan jangan sampai perempuan tidak menggunakan hak pilihnya. Tidak memilih memang tidak dapat dipersalahkan,  tetapi harus disadari bahwa  suara yang kita berikan  akan menentukan wajah wakil kita di parlemen. Maknanya, dengan alasan apapun memberikan suara akan jauh lebih baik, terlebih dalam situasi politik yang sangat tidak menguntungkan dimana banyak calon legislatif melakukan pencalonan bukan dilandasi keinginan kuat untuk memperjuangakan aspirasi masyarakat, akan tetapi lebih didasari oleh keinginan untuk  memperoleh pekerjaan. Oleh  karenanya menjadi anggota legislatif dipandang sama saja seperti menjalankan  pekerjaan lainya. Padahal fungsi sebagai legislator menuntut kemampuan dalam merumuskan perundangan (fungsi Legislasi), dalam penyusunan anggaran dan dalam mengawasi jalanya pemerintahan. Pentingnya memilih cerdas bagi perempuan juga harus didasarkan pada jatuhnya pilihan kepada Caleg yang  punya komitmen dan perhatian  terhadap isu-isu perempuan.( banyak  sekali isu perempuan yang perlu direspon dengan baik melalui legislasi yang lebih komprehensif seperti  kekerasan terhadap perempuan, perdagangan perempuan, buruh migran Perempuan,  Hak Reproduksi bagi perempuan dan sebagainya).
Penutup
Partisipasi perempuan dalam proses politik termasuk dalam pemilu legislatif adalah sebuah kebutuhan mutlak bagi berjalanya  demokrasi. Ada banyak bentuk pelibatan dalam pemilu legislatif, tapi yang sangat dominan adalah sebagai calon legislatif  dan sebagai pemilih. Agar keterlibatan perempuan benar-benar memberi makna bagi demokrasi, maka sebagai Caleg perempuan harus memiliki skill untuk memenangkan kompetisi dan  untuk  mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Sementara  sebagai pemilih maka perempuan sebaiknya menggunakan hak pilihnya dengan mengutamakan pilihan pada  caleg perempuan yang memiliki rekam jejak yang baik.

 Dafttar Pustaka
Jurnal Perempaun Edisi Ke 34, 2004, Politik dan Keterwakilan Perempuan, Jakarta: Yayasan JurnalPerempuan
www.ndi.org, 2009, Woman and Political Participation (diunduh Rabu 28 Februari 2014, pukul 14.25)
United Nation, 2005, Women and Election: Guide to Promoting the Participation on Women in Election, March, 2005
Women Research Institute, 2014, Partisipasi Politik Perempuan Sebuah Keharusan, Januari 2014

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar